Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira meminta Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa tidak terlalu pede setelah dilantik. Hal tersebut dikatakan Bhima terkait ucapan Purbaya yang sesumbar bisa membuat ekonomi “cerah” dalam 2-3 bulan ke depan, meski ia sendiri tidak memungkiri kondisi perekonomian tengah mengalami perlambatan. Purbaya juga sempat mengaku, ia pernah membantu Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) sebelum ditunjuk menjadi Menkeu. “Menkeu jangan over-pede, sebaiknya tetap humble, dan empati saat memberikan keterangan pers,” ujar Bhima kepada Kompas.com, Selasa (9/9/2025).
Menkeu Purbaya diminta fokus pada kebijakan yang menjawab tuntutan publik Bhima menambahkan, Purbaya sebaiknya fokus pada kebijakan yang menjawab tuntutan publik, seperti keringanan pajak bagi pekerja dan kelompok menengah bawah. Selain itu, publik perlu mendapat informasi mengenai keberlanjutan efisiensi anggaran, dan reformasi tata kelola utang. “Fokus saja benahi rasio pajak yang rendah dengan inovasi pajak dan mengejar kepatuhan pajak di sektor ekstraktif,” saran Bhima. Ia menilai, hal tersebut menjadi momentum bagi Purbaya untuk menunjukkan jalan keluar dari masalah fiskal. Terkait pemulihan kondisi ekonomi, Bhima menilai, dalam waktu pendek ada dua hal yang mendesak untuk dilakukan oleh menteri yang baru. Pertama, semua kebijakan pajak yang memberatkan konsumen domestik harus diturunkan, termasuk PPN idealnya dipangkas dari 11 persen ke 8 persen seperti yang dilakukan Vietnam. Ia juga mengingatkan pentingnya relaksasi efisiensi anggaran supaya perputaran uang di daerah lebih tumbuh, dan mencegah naiknya retribusi dan pajak daerah.
Menkeu Purbaya diminta pahami situasi kebatinan publik Kompas.com juga menghubungi dosen komunikasi Universitas Indonesia (UI) Whisnu Triwibowo terkait ucapan Purbaya yang dinilai sebagian warganet terlalu pede dan terkesan jumawa. Ia mengatakan, secara mikro perlu dipahami konsep ethos, pathos, dan logos untuk memahami komunikasi publik seorang pemimpin atau pejabat publik. Secara ethos atau kredibilitas, Purbaya dinilai berusaha untuk membangun kredibilitas dengan mengaku pernah membantu SBY dan Jokowi.
Whisnu juga memandang, Purbaya ingin menunjukkan kepada publik bahwa ia adalah sosok yang kredibel.
Hal tersebut lumrah dilakukan karena figur Purbaya belum begitu dikenal banyak orang. “Wajar sebagai pejabat publik baru dia mencoba menjual ‘jualannya’ kalau bahasa saya, dengan menyebut figur-figur untuk menunjukkan bahwa dia orang yang bisa kerja, dia punya CV, dia punya kredensial yang bagus. Itu bisa dipahami,” jelas Whisnu. Whisnu juga mengingatkan bahwa komunikator harus memahami suasana kebatinan publik. Hal ini berkaitan dengan pathos atau emosi dari pendengar.
Ia menegaskan bahwa publik dalam kondisi sedang tidak baik-baik sehingga komunikator harus bisa membuat ucapan yang berempati. “Diksi yang mungkin lebih netral, dengan menyebutkan bidang pekerjaan yang relevan dengan posisinya sebagai menteri,” ujar Whisnu.
Terakhir, Purbaya juga harus memahami logos atau kumpulan bukti logis untuk dirinya sendiri. Whisnu menyampaikan, publik membaca gaya bicara Purbaya sebagai hal yang tidak logis karena ia baru dilantik menjadi Menkeu. Namun, ia sudah mengatakan bahwa masalah ekonomi bisa dipecahkan ditambah mengaku pernah membantu sejumlah pihak di pemerintahan.
“Publik kan juga enggak lihat fakta dan evidensinya dari beliau, karena kan belum tahu rekam jejaknya. Jadi, kebatinan publik masih anti dengan mungkin dengan pejabat publik yang kita lihat dari kasus anggota DPR, kan arogansi juga kan ucapannya,” kata Whisnu. “Kemudian menteri ini baru dilantik belum kerja sudah katakanlah tadi ya, opini publik bahwa ya terlalu percaya diri, mengecilkan bahwa dan seterusnya,” pungkasnya.